Sabana Memperlambat Perubahan Iklim, Kata Para Ahli

sabana, afrika

Bhataramedia.com – Hutan hujan tropis telah lama dianggap sebagai paru-paru bumi. Hutan hujan menyerap sejumlah besar karbon dioksida dari atmosfer, sehingga memperlambat meningkatnya efek rumah kaca dan perubahan iklim terkait aktivitas manusia. Para ilmuwan di dalam proyek penelitian global, saat ini menunjukkan bahwa lanskap semi-kering luas yang menempati zona transisi antara hutan hujan dan gurun, mendominasi peningkatan berkelanjutan di dalam penyerapan karbon oleh ekosistem global, serta fluktuasi besar antara tahun basah dan kering. Ini adalah proses penataan ulang utama dari fungsi planet bumi.

Studi internasional yang dirilis minggu ini, dipimpin oleh Anders Ahlstrom, peneliti di Universitas Lund dan Stanford University, menunjukkan bahwa ekosistem semi-kering (sabana dan semak belukar) memainkan peran yang sangat penting di dalam mengontrol karbon dan layanan ekosistem manajemen iklim.

“Memahami proses yang bertanggung jawab untuk tren dan variabilitas dari siklus karbon, dan di mana siklus ini terjadi, dapat memberikan wawasan ke dalam evolusi masa depan dari penyerapan karbon di dunia yang lebih hangat dan ekosistem alami yang memliki peran penting di dalam mempercepat atau memperlambat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” kata Anders Ahlstrom, seperti dilansir Lund University (21/05/2015).

Hutan hujan tropis merupakan ekosistem yang sangat produktif. Hal ini berarti bahwa hutan hujan mengambil banyak karbon dioksida, tetapi hutan hujan adalah tempat yang ramai dengan sedikit ruang untuk menampung lebih banyak tanaman untuk melakukan fotosintesis dan menyimpan karbon. Selain itu, kondisinya yang lembab dengan cuaca panas yang khas, merupakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhan dan tidak banyak berubah dari tahun ke tahun.

Di saban, kondisinya sangat berbeda. Seiring dengan peningkatan produktivitas, ada ruang untuk menampung lebih banyak pohon yang biomassanya menyediakan ‘gudang’ atau tempat penyimpanan karbon yang diserap dari atmosfer. Selain itu, sabana dapat hidup dari musim semi hingga tahun yang basah, sehingga menyebabkan fluktuasi besar di dalam penyerapan karbon dioksida antara tahun basah dan kering. Cukup besar untuk mengontrol jumlah karbon dioksida di atmosfer, menurut Ahlstrom dan rekan-rekannya.

“Ada peningkatan penyerapan karbon dioksida dari waktu ke waktu dan ekosistem daratan telah bersama-sama menyerap hampir sepertiga dari seluruh emisi karbon dioksida dari aktivitas manusia sejak tahun 1960-an. Apa yang mungkin lebih mengejutkan adalah tren ini juga didominasi oleh dataran semi-kering,” kata Anders Ahlstrom.

Kita telah lama mengetahui bahwa kita perlu untuk melindungi hutan hujan, tetapi, dengan studi ini, para peneliti menunjukkan bahwa upaya yang tinggi juga diperlukan untuk mengelola dan melindungi daerah semi-kering di dunia.

“Daerah semi-kering di dunia akan menjadi lebih penting di masa depan, seiring meningkatnya variabilitas dan keekstriman iklim di dalam dunia yang lebih hangat,” kata peneliti yang berbasis di Australia, Josep Canadell G, direktur Global Carbon Project. “Daerah-daerah semi-kering yang luas dari dunia muncul sebagai kekuatan yang tumbuh di dalam membentuk fungsi planet kita,” lanjut dia.

“Studi ini membawa keluar pentingnya mengarahkan perhatian terhadap sabana dan ekosistem iklim kering lainnya yang telah banyak diabaikan di dalam diskusi kebijakan iklim. Apalagi eksosistem ini biasanya merupakan pemandangan yang imum di negara-negara miskin yang ada di dunia,” kata Benjamin Smith , Profesor Ilmu Ekosistem di Lund University.

Referensi :

Ning Zeng et al. The dominant role of semi-arid ecosystems in the trend and variability of the land CO2 sink. Science, May 2015 DOI: 10.1126/science.aaa1668.

You May Also Like