Asal Usul kehidupan : Ventilasi Hidrotermal Laut Dalam Dapat Jelaskan Munculnya Kehidupan

ventilasi hidrotermal

Bhataramedia.com – Ventilasi hidrotermal di dasar laut ternyata secara spontan dapat menghasilkan molekul organik yang diperlukan untuk kehidupan. Teori ini berdaasarkan penelitian baru yang dilakukan oleh ahli kimia dari UCL.

Studi ini menunjukkan bagaimana permukaan partikel mineral di dalam ventilasi hidrotermal memiliki sifat kimia yang mirip dengan enzim, molekul biologis yang mengatur reaksi kimia di dalam organisme hidup. Hal ini berarti bahwa ventilasi hidrotermal mampu menciptakan molekul berbasis karbon sederhana, seperti metanol dan asam formiat, selain CO2 yang terlarut di dalam air.

Penemuan yang dipublikasikan di jurnal Chemical Communications tersebut, menjelaskan bagaimana beberapa blok bangunan utama untuk kimia organik sudah terbentuk di alam sebelum kehidupan muncul. Bahkan, kemungkinan telah memainkan peran di dalam munculnya bentuk-bentuk kehidupan pertama. Penemuan ini juga memiliki aplikasi praktis potensial, yang menunjukkan bagaimana produk seperti plastik dan bahan bakar dapat disintesis dari CO2 daripada minyak.

“Ada banyak spekulasi bahwa ventilasi hidrotermal dapat menjadi lokasi dimulainya kehidupan di Bumi,” kata Nora de Leeuw, yang memimpin tim peneliti.

“Ada banyak CO2 terlarut di dalam air yang dapat memberikan karbon, yang merupakan bahan kimia dasar organisme hidup, serta ada banyak energi, karena air tersebut panas dan bergejolak. Penelitian kami menunjukkan bahwa ventilasi hidrotermal juga memiliki sifat kimia yang mendorong molekul-molekul tersebut untuk bergabung kembali menjadi molekul yang biasanya berhubungan dengan organisme hidup,” lanjut Nora, seperti dilansir University College London (27/04/2015).

Tim peneliti menggabungkan percobaan laboratorium dengan simulasi superkomputer untuk menyelidiki kondisi di mana partikel-partikel mineral akan mengkatalisis konversi CO2 menjadi molekul organik. Percobaan ini mereplikasi kondisi di ventilasi hidrotermal laut dalam, dimana air panas dan sedikit basa kaya CO2 terlarut melewati mineral greigite (Fe3S4), yang terletak di bagian dalam permukaan ventilasi. Percobaan ini mengisyaratkan proses kimia yang berlangsung. Simulasi, yang dilakukan di UCL’s Legion supercomputer and HECToR (the UK national supercomputing service), memberikan gambaran molekul per molekul mengenai bagaimana CO2 dan greigite berinteraksi. Hal ini membantu untuk memahami apa yang sedang diamati di dalam percobaan. Daya komputasi dan keahlian pemrograman untuk secara akurat mensimulasikan perilaku molekul individu dengan cara ini hanya tersedia di dalam dekade terakhir.

“Kami menemukan bahwa permukaan dan struktur kristal di dalam ventilasi hidrotermal bertindak sebagai katalis, mendorong perubahan kimia di dalam bahan yang mengendap di dalamnya,” kata Nathan Hollingsworth, rekan penulis penelitian. “Molekul-molekul tersebut berperilaku seperti enzim pada organisme hidup, memecah ikatan antara atom karbon dan oksigen. Hal ini memungkinkan molekul-molekul ini berkombinasi dengan air untuk menghasilkan asam format, asam asetat, metanol dan asam piruvat. Setelah Anda memiliki bahan kimia berbasis karbon sederhana seperti ini, akan membuka pintu pada senyawa kimia berbasis karbon yang lebih kompleks,” lanjut dia.

Teori mengenai munculnya kehidupan menunjukkan bahwa kimia kompleks berbasis karbon menyebabkan molekul mereplikasi diri dan pada akhirnya, muncul bentuk kehidupan selular pertama. Penelitian ini menunjukkan bagaimana salah satu langkah pertama di dalam proses perjalanan ini kemungkinan telah terjadi. Ini adalah bukti bahwa molekul organik sederhana dapat disintesis di alam tanpa kehadiran organisme hidup. Hal ini juga menegaskan bahwa ventilasi hidrotermal adalah lokasi yang masuk akal untuk terjadinya proses ini.

Penelitian ini juga dapat memiliki aplikasi praktis, karena menyediakan metode untuk membuat bahan kimia berbasis karbon dari CO2, tanpa perlu panas atau tekanan yang ekstrim. Di dalam jangka panjang, temuan ini dapat menggantikan minyak sebagai bahan baku untuk produk seperti plastik, pupuk dan bahan bakar.

Meskipun pada skala yang sangat kecil, studi ini menunjukkan bahwa produk tersebut, yang saat ini diproduksi dari bahan baku non-terbarukan, dapat diproduksi lebih ramah lingkungan. Jika proses dapat ditingkatkan untuk skala komersial, tidak hanya akan menyelamatkan minyak, tetapi juga dapat menggunakan CO2 (gas rumah kaca) sebagai bahan baku.

Referensi :

A. Roldan, N. Hollingsworth, A. Roffey, H.-U. Islam, J. B. M. Goodall, C. R. A. Catlow, J. A. Darr, W. Bras, G. Sankar, K. B. Holt, G. Hogarth, N. H. de Leeuw. Bio-inspired CO2conversion by iron sulfide catalysts under sustainable conditions. Chem. Commun., 2015; 51 (35): 7501 DOI: 10.1039/C5CC02078F.

You May Also Like