HUT ke-42 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Gelar Seminar “Pembangunan, Migrasi dan Kebijakan”

migrasi. seminar

Bhataramedia.com – Kamis (02/04), UGM gelar acara seminar yang dengan tema “Pembangunan, Migrasi dan Kebijakan” bertempat di Auditorium Gedung Masri Singarimbun. Sejumlah pembicara dihadirkan dalam acara seminar yang diadakan untuk memperingati HUT ke-42 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Adapun pembicara tersebut adalah Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A, Prof. Chris Manning, Ph.D (ANU, Adjunct), Prof. Ir. Tommy Firman, M.Sc., Ph.D (ITB), Palmira Permata Bachtiar, M.Sc., M.A (SMERU) dan Dr. Sukamdi, M.Sc (PSKK UGM) yang menyampaikan materinya masing-masing mengenai masalah kependudukan.

Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi yang merupakan pakar kependudukan UGM menyampaikan dampak dari masalah kependudukan terutama masalah pola imigrasi desa – kota. “Salah satu dampaknya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, perlu diketahui bagaimana pola migrasi internal, terutama desa – kota dan implikasinya bagi kesejahteraan migran di kota di abad 21 ini” jelas Tadjudin seperti dikutip dari website resmi UGM (02/04/2015).

Dalam materi yang disampaikannya, Tadjuddin juga menjelaskan mengenai data temuan survei Rural-urban Migration in China and Indonesia (RUMiCI) di empat kota di Indonesia, yaitu Tangerang, Samarinda, Medan dan Makassar. Data ini menunjukkan adanya peningkatan peluang migran perempuan yakni sebesar 48% hampir mendekati peluang migran laki-laki yang memiliki persentase sekitar 52%.

Survei yang dilakukan di empat kota yang ada di Indonesia ini yaitu Tangerang, Samarinda, Medan dan Makasar. Hasil dari survei ini selain berupa peningkatan peluang migran perempuan juga menunjukkan bahwa migran perempuan di kota Tangerang dan Makasar masih berusia muda sekitar 20 sampai 29 tahun. Sedangkan migran di kota Medan dan Samarinda memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik.

“Para migran perempuan usia muda dari perdesaan dalam lima tahun terakhir memang memiliki tingkat pendidikan yang relatif lebih baik. Peluangnya untuk bermigrasi ke kota pun relatif sama dengan laki-laki, dan mereka banyak bekerja di sektor manufaktur. Meski, tak sedikit pula yang bekerja dengan upah rendah dan berstatus outsorching” kata Tadjudin.

You May Also Like