Jumlah Peneliti di Industri Masih Kurang

konferensi "Mengidentifikasi cara Universitas, Industri dan Pemerintah dalam Meningkatkan Penelitian Inovatif" yang berlangsung di gedung University Club, UGM. (Credit: www.ugm.ac.id)

Bhataramedia.com – Indonesia memiliki jumlah peneliti yang cukup banyak yakni sekitar empat puluh ribu orang peneliti yang ada di Indonesia. Akan tetapi sayangnya, jumlah peneliti di wilayah industri ini masih sangatlah kurang. Padahal keberadaan peneliti di wilayah industri ini sangatlah berperan penting dalam menciptakan produk barang dan jasa yang bermanfaat secara ekonomis maupun fungsinya.

Enam puluh persen dari jumlah empat puluh ribu orang peneliti justru ditempatkan di wilayah universitas. Lalu, dibadan penelitian yang dimiliki oleh pemerintah terdapat sekitar dua puluh dua persen peneliti dari jumlah tersebut. Sedangkan sisanya, yakni sekitar delapan belas persen barulah ditempatkan di wilayah industri.

Salah satu penyebab hal ini terjadi karena, masih rendahnya anggaran riset yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun pihak industri itu sendiri untuk para peneliti. Saat ini di Indonesia hanya menganggarkan dana untuk kegiatan riset sekitar 0,80 persen saja dari PDB. Kondisi di Indonesia sungguh jauh berbeda dengan kondisi di negara-negara maju. Seperti yang dikemukakan oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir “Berbeda dengan negara yang sudah maju, anggaran riset dari dunia industri mencapai 75 persen,” tutur Nasir, dalam dalam pidato sambutannya yang dibacakan oleh Deputi Bidang Kelembagaan Iptek, Kementerian Ristek dan Dikti Dr Mulyanto dalam konferensi “Mengidentifikasi cara Universitas, Industri dan Pemerintah dalam Meningkatkan Penelitian Inovatif” yang berlangsung di gedung University Club, seperti dikutip dari website resmi UGM (04/03/2015).

Sebagai solusi alternatif dari kondisi ini, Nasir mengharapkan agar perguruan tinggi diarahkan sebagai tempat riset yang menghasilkan produk riset yang dapat digunakan oleh masyarakat dan industri.“Perguruan tinggi sudah selayaknya berubah paradigm dari konsep universitas pengajaran menjadi universitas riset,” tambah Nasir.

Akan tetapi, Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., memiliki pendapat yang berbeda. “Ada gap antara universitas dan industri, industri tidak mau membayar penuh produk riset kita terkecuali ada kebijakan pemerintah yang mendukung,” jelas Dwikora.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Dwikora justru menyarankan agar pemerintah meningkatkan peranannya untuk mendukung terjalinnya kerja sama antara industri dengan perguruan tinggi. Sehingga pada akhirnya akan dihasilkan produk-produk dalam negeri yang bisa bersaing dengan produk-produk asing di pasar industri.

You May Also Like