Pertanian Prasejarah di “Atap Dunia”, Dataran Tinggi Tibet

pertanian dataran tinggi tibet

Bhataramedia.com – Gigi binatang, tulang dan sisa-sisa tanaman telah membantu peneliti dari Cambridge, Cina dan Amerika untuk menentukan tanggal awal tinggalnya manusia pada dataran tinggi secara berkelanjutan.

Penemuan arkeologi dari ‘atap dunia’ di Dataran Tinggi Tibet menunjukkan bahwa dari 3.600 tahun yang lalu, budidaya tanaman dan peternakan sedang berlangsung sepanjang tahun pada ketinggian yang sampai sekarang belum pernah diprediksi sebelumnya.

Temuan yang dipublikasikan di jurnal Science tersebut, menunjukkan bahwa di 53 situs arkeologi yang mencakup 800 mil, ada bukti pertanian berkelanjutan dan pemukiman penduduk antara 2.500 meter di atas permukaan laut (8,200ft) dan 3.400 meter (11,154ft).

Bukti kehadiran manusia di Dataran Tinggi Tibet telah ditanggali setidaknya 20.000 tahun yang lalu, dengan desa semi permanen pertama yang didirikan 5.200 tahun yang lalu. Adanya tanaman dan ternak di ketinggian yang ditemukan oleh para peneliti menunjukkan keberadaan manusia yang lebih berkelanjutan daripada sekedar berburu di ketinggian tersebut.

“Sampai saat ini, kapan dan bagaimana manusia mulai hidup dan bertani di ketinggian tersebut masih menyisakan pertanyaan. Pemahaman kita mengenai tempat tinggal yang berkelanjutan dengan ketinggian di atas 2-3.000 m di Dataran Tinggi Tibet sampai saat ini telah terhambat oleh kelangkaan data arkeologi yang tersedia,” kata Profesor Martin Jones, dari Departemen Arkeologi Cambridge dan salah satu peneliti utama di dalam penelitian tersebut.

“Namun, temuan kami menunjukkan bahwa petani dan penggembala tidak hanya menaklukkan ketinggian tersebut untuk beternak dan bertani, tetapi ekspansi pada daerah yang lebih tinggi dan dingin terjadi karena suhu benua menjadi lebih dingin,” kata Profesor Jones.

“Bertahan hidup sepanjang tahun hidup di ketinggian tersebut memang telah menyebabkan beberapa kondisi yang sangat menantang. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik bagi para peneliti mengenai adaptasi manusia, ternak dan tanaman yang hidup di ketinggian seperti itu,” lanjut dia, seperti dilansir University of Cambridge (20/11/2014).

Profesor Jones berharap lebih banyak pekerjaan akan dilakukan untuk melihat resistensi genetik pada manusia untuk mengatasi penyakit ketinggian, respon genetik tanaman di dalam kaitannya dengan fitur-fitur seperti vernalisasi tanaman, waktu berbunga dan toleransi radiasi ultraviolet, serta penelitian ke dalam identitas genetik dan etnis dari masyarakat manusia itu sendiri.

Penelitian di Dataran Tinggi Tibet juga telah menimbulkan pertanyaan menarik mengenai waktu dan pengenalan tanaman daerah Barat seperti barley dan gandum. Dari 4,000-3,600 tahun yang lalu, pertemuan budaya timur dan barat menyebabkan perpaduan atau pergantian tanaman tradisional dari Cina Utara, broomcorn dan foxtail millet. Impor sereal dari Barat memungkinkan komunitas manusia untuk beradaptasi dengan kondisi yang lebih keras pada ketinggian yang lebih tinggi di dataran tinggi.

Di dalam rangka untuk memastikan selama periode apa dan kapan pertama kali pemukiman di dataran tinggi terbentuk, para peneliti mengumpulkan artefak, tulang hewan dan sisa-sisa tanaman dari 53 situs di seluruh masa akhir budaya Yangshao, Majiayao, Qiija, Xindian, Kayue dan Nuomuhong.

Biji-bijian sereal (foxtail millet, broomcorn millet, barley dan gandum) berhasil diidentifikasi pada semua 53 situs, serta tulang hewan dan gigi (dari domba, sapi dan babi) ditemukan di sepuluh lokasi. Dari 53 situs, kelompok manusia sebelumnya (berasal dari 5,200-3,600 tahun yang lalu) mencapai ketinggian maksimum 2,527 m, sementara kelompok selanjutnya dari 29 situs (yang berasal dari 3,600-2,300 tahun yang lalu) mendekati ketinggian 3,400 m.

Profesor Jones percaya bahwa penelitian di Dataran Tinggi Tibet dapat mememiliki implikasi yang lebih luas dan lebih lanjut bagi dunia saat ini, di dalam hal keamanan pangan global dan kemungkinan menyeimbangkan ‘diet global’. Saat ini tekanan berat sedang mengancam keberlanjutan tiga besar tanaman pangan utama padi, gandum dan jagung.

“Pengetahuan kita saat ini mengenai tanaman pangan menekankan pada jumlah tanaman relatif kecil yang ditumbuhkan di dataran rendah yang dikelola secara intensif. Semakin banyak kita belajar mengenai kekayaan ekologi masyarakat di masa lalu dan sekarang, lebih memberikan kita banyak pilihan untuk memikirkan masalah keamanan pangan di masa depan,” kata Profesor Jones.

You May Also Like