Pengaruh Mencairnya Lapisan Es Terhadap Iklim Pada Zaman Es Terakhir

Antartika
Antartika
Gambar dari Antartika.(Credit: Andrew Thurber, Oregon State University)

Bhataramedia.com – Studi baru menunjukkan bagaimana masukan air tawar dalam jumlah besar ke Samudera Atlantik Utara dari gunung es Amerika Utara selama zaman es terakhir memiliki efek yang tak terduga. Proses ini meningkatkan produksi metana di lahan basah daerah tropis.

Peningkatan metana biasanya terkait dengan pemanasan di belahan bumi utara, tetapi para ilmuwan yang mempublikasikan temuan mereka pekan ini di jurnal Science tersebut, telah mengidentifikasi peningkatan pesat dalam metana selama interval yang sangat dingin.

Peneliti mengatakan bahwa temuan ini penting karena mereka mengidentifikasi bagian yang penting dari bukti mengenai bagaimana Bumi merespon terhadap perubahan iklim.

“Pada dasarnya, apa yang terjadi adalah masuknya air dingin mengubah pola curah hujan di bagian tengah dunia,” kata Rachael Rhodes, rekan penelitian di College of Earth, Ocean, dan Atmospheric Sciences di Oregon State University dan penulis utama studi tersebut, yang didanai oleh National Science Foundation. “Sabuk curah hujan tropis, yang meliputi musim hujan, bergeser ke utara dan selatan sepanjang tahun.

“Data kami menunjukkan bahwa ketika gunung es memasuki Atlantik Utara sehingga menyebabkan pendinginan yang luar biasa, sabuk hujan akan terkondensasi ke belahan bumi selatan, menyebabkan meluasnya lahan basah tropis dan peningkatan metana secara tiba-tiba di atmosfer,” tambahnya.

Selama zaman es terakhir, banyak bagian dari Amerika Utara ditutupi oleh lapisan es raksasa yang banyak ilmuwan percaya mengalami bencana keruntuhan, sehingga menyebabkan gunung es besar untuk masuk ke Atlantik Utara, fenomena yang dikenal sebagai peristiwa Heinrich. Meskipun mereka tahu mengenai hal ini selama beberapa waktu, belum jelas kapan dan berapa lama peristiwa ini terjadi.

Rhodes dan rekan-rekannya meneliti bukti yang sangat rinci dari terbelahnya lapisan es inti di Antartika Barat. Mereka menggunakan metode analisis baru yang telah disempurnakan, bekerja sama dengan Joe McConnell di Desert Research Institute di Reno, Nevada, untuk membuat pengukuran yang sangat rinci dari udara yang terjebak di dalam es.

“Dengan menggunakan metode baru ini, kami mampu mengembangkan rekam jejak resolusi ultra tinggi dari metana, berusia hampir 60.000 tahun, yang jauh lebih efisien dan murah dibandingkan di dalam studi inti es terakhir. Sementara itu, secara bersamaan dapat mengukur berbagai parameter kimia lainnya pada sampel kecil es yang sama,” kata McConnell, seperti dilansir Oregon State University (28/05/2015).

Memanfaatkan pengukuran resolusi tinggi, tim peneliti mampu mendeteksi “sidik jari” metana dari belahan bumi selatan yang tidak cocok dengan catatan suhu dari inti es Greenland.

“Pendinginan yang disebabkan oleh masuknya gunung es bersifat regional, tetapi dampaknya pada iklim jauh lebih luas,” kata Edward Brook, seorang paleoklimatologis yang telah diakui secara internasional dari Oregon State University dan rekan penulis studi tersebut. “Lonjakan gunung es mendorong sabuk hujan, atau sistem iklim tropis, ke selatan dan dampaknya terhadap iklim dapat lebih signifikan.”

Musim hujan yang terkonsentrasi ke wilayah geografis yang lebih kecil akan “mengintensifkan curah hujan dan memperpanjang musim hujan,” kata Rhodes.

“Ini adalah contoh yang bagus mengenai bagaimana semua faktor saling terkoneksi ketika berbicara mengenai iklim,” dia mengingatkan. “Ini menunjukkan hubungan antara daerah kutub dan tropis dan perubahan ini dapat terjadi sangat cepat. Model iklim menunjukkan hanya dibutuhkan waktu satu dekade di antara intrusi gunung es dan dampak yang dihasilkan di daerah tropis.”

Studi ini menemukan bahwa efek iklim dari peristiwa Heinrich berlangsung antara 740 hingga 1.520 tahun.

Referensi :

R. H. Rhodes, E. J. Brook, J. C. H. Chiang, T. Blunier, O. J. Maselli, J. R. McConnell, D. Romanini, J. P. Severinghaus. Enhanced tropical methane production in response to iceberg discharge in the North Atlantic. Science, 2015; 348 (6238): 1016 DOI: 10.1126/science.1262005.

You May Also Like