Perubahan Gletser di Puncak Dunia

gletser, cekungan dudh kosi
gletser, cekungan dudh kosi
Para peneliti melakukan pengukuran di wilayah Mera Glacier pada cekungan Dudh Kosi.(Credit: Patrick Wagnon)

Bhataramedia.com – Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, gletser di wilayah Everest Pegunungan Himalaya dapat mengalami perubahan dramatis pada beberapa dekade ke depan. Tim peneliti di Nepal, Perancis dan Belanda telah menemukan gletser Everest dapat sangat sensitif terhadap pemanasan di masa depan. Hilangnya es secara berkelanjutan sepanjang abad ke-21 kemungkinan dapat terjadi. Penelitian ini diterbitkan tanggal 27 Mei di The Cryosphere, sebuah jurnal akses terbuka dari European Geosciences Union (EGU).

“Sinyal perubahan gletser di masa depan dari wilayah ini sudah jelas. Hilangnya massa gletser secara terus-menerus dan mungkin lebih cepat, dapat diketahui melalui proyeksi peningkatan suhu,” kata Joseph Shea, seorang hidrologis gletser di International Centre for Integrated Mountain Development (ICIMOD), Kathmandu, Nepal dan pemimpin penelitian.

Model gletser yang digunakan oleh Shea dan timnya menunjukkan bahwa volume gletser dapat berkurang antara 70% dan 99% pada tahun 2100. Hasil ini tergantung pada seberapa banyak peningkatan emisi gas rumah kaca dan bagaimana emisi ini akan mempengaruhi suhu, hujan salju dan hujan di daerah tersebut. “Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa gletser tersebut kemungkinan sangat sensitif terhadap perubahan suhu, di sisi lain, peningkatan curah hujan tidak cukup untuk mengimbangi peningkatan dari es yang meleleh,” kata Shea.

Peningkatan suhu tidak hanya akan meningkatkan tingkat pencairan salju dan es, tetapi juga dapat mengakibatkan perubahan curah hujan dari salju menjadi hujan pada ketinggian kritis, dimana gletser terkonsentrasi. Bersama-sama, kedua faktor ini bertindak mengurangi pertumbuhan gletser dan meningkatkan daerah yang mencair.

Gletser di pegunungan tinggi Asia, wilayah yang mencakup Himalaya, mengandung volume es terbesar di luar daerah kutub. Tim peneliti mempelajari gletser di cekungan Dudh Kosi di Nepal Himalaya, yang merupakan rumah bagi beberapa puncak gunung tertinggi di dunia, termasuk Gunung Everest, dan lebih dari 400 kilometer persegi wilayah gletser. “Terlepas dari pentingnya wilayah ini, gletser di cekungan Dudh Kosi mengalitkan air lelehan es ke Sungai Kosi, dan perubahan gletser akan mempengaruhi aliran sungai,” kata Shea, seperti dilansir European Geosciences Union (27/05/2015).

Perubahan volume gletser dapat mempengaruhi ketersediaan air, dengan konsekuensi untuk pertanian dan pembangkit listrik tenaga air. Sementara peningkatan mencairnya gletser pada awalnya akan meningkatkan aliran air, mencairnya gletser secara berkelanjutan dapat menyebabkan berkurangnya air lelehan dari gletser selama bulan-bulan hangat. Hal ini berdampak besar bagi populasi lokal sebelum musim hujan ketika curah hujan langka. Gletser juga dapat mengakibatkan pembentukan dan pertumbuhan danau yang terbendung oleh puing-puing glasial. Longsoran dan gempa bumi dapat menghancurkan bendungan dan menyebabkan bencana banjir yang dapat menyebabkan aliran sungai 100 kali lebih besar dari aliran normal di cekungan Dudh Kosi.

Untuk mengetahui bagaimana gletser di wilayah ini akan berkembang di masa depan, tim peneliti memulai dengan menggunakan observasi lapangan dan data dari stasiun cuaca lokal untuk mengkalibrasi dan menguji model perubahan gletser selama 50 tahun terakhir. “Untuk menguji sensitivitas dari pemodelan gletser terhadap perubahan iklim di masa depan, kami menerapkan delapan suhu dan skenario curah hujan pada data historis dan melacak bagaimana respon daerah dan volume gletser,” kata rekan penulis studi, Walter Immerzeel dari Utrecht University di Belanda.

Sebagian dari respon gletser adalah karena perubahan tingkat pembekuan, ketinggian dimana suhu bulanan rata-rata adalah 0°C. “Tingkat pembekuan saat ini bervariasi antara ketinggian 3200 m di bulan Januari dan 5500 m pada bulan Agustus. Berdasarkan pengukuran sejarah suhu dan proyeksi pemanasan tahun 2100, ketinggian ini dapat meningkat 800-1200m,” kata Immerzeel. “Tingkat peningkatan seperti ini tidak hanya mengurangi akumulasi salju di atas gletser, tetapi juga akan mengekspos lebih dari 90% wilayah gletser untuk mencair di bulan-bulan hangat.”

Bagaimanapun, para peneliti mengingatkan bahwa hasil penelitian ini harus dilihat sebagai pendekatan pertama mengenai bagaimana gletser Himalaya akan bereaksi terhadap peningkatan suhu di kawasan itu. Patrick Wagnon, ahli gletser di Institut de Recherche pour le Developpement di Grenoble, Perancis, mengatakan : “Perkiraan kami perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, karena masih ada ketidakpastian yang cukup besar.” Sebagai contoh, model yang kami gunakan menyederhanakan gerakan gletser, yang berdampak terhadap bagaimana gletser menanggapi kenaikan suhu dan curah hujan.

Namun, para peneliti menekankan bahwa “sinyal perubahan gletser di masa depan wilayah ini jelas dan meyakinkan”.

Referensi :

J. M. Shea, W. W. Immerzeel, P. Wagnon, C. Vincent, and S. Bajracharya. Modelling glacier change in the Everest region, Nepal Himalaya. The Cryosphere, 2015 DOI: 10.5194/tc-9-1105-2015.

You May Also Like