Senyawa di dalam Telur, Ovomucin, Hambat Pertumbuhan Virus Flu Burung

telur ayam
telur ayam
Telur ayam.

Bhataramedia.com – Sebutir telur memiliki banyak hal. Telur tidak hanya makanan serbaguna tetapi juga sumber senyawa bioaktif yang efisien. Jaakko Hiidenhovi, seorang peneliti di Luke Natural Resources Institute Finland, di dalam penelitian doktoralnya menemukan bahwa fraksi yang diisolasi dari protein ovomucin di dalam putih telur dapat menghambat pertumbuhan virus. Disertasinya sedang diuji di University of Turku tanggal 8 Mei 2015.

Telur adalah salah satu makanan yang paling serbaguna karena kandungan nutrisinya yang kaya. Selain itu, sifat-sifat fungsional dari telur dapat secara luas dimanfaatkan di dalam industri makanan.

“Namun, ayam betina tidak bertelur untuk menghasilkan makanan manusia yang sangat baik tetapi untuk menciptakan kehidupan baru, berupa anak ayam. Inilah sebabnya mengapa telur mengandung banyak komponen bioaktif. Telur adalah sumber potensial dari bahan baku untuk semua jenis aplikasi baru di dalam makanan, farmasi, kosmetik dan industri bioteknologi,” kata Jaakko Hiidenhovi.

Salah satu senyawa yang berpotensi di dalam telur adalah ovomucin, protein di dalam putih telur yang mempertahankan struktur telur seperti gel. Hiidenhovi menemukan bahwa persiapan dari ovomucin dibuat dengan menggunakan metode fisik dan enzimatik yang menghambat pertumbuhan virus yang menyebabkan flu burung dan penyakit Newcastle. Di dalam penelitian doktoralnya, dia menciptakan sebuah metode yang sederhana dan cepat untuk mengisolasi ovomucin dari putih telur, sedangkan banyak metode lain memerlukan waktu 1-2 hari.

Hasil laboratorium yang menjanjikan, tetapi membutuhkan penelitian lebih lanjut

Virus flu burung dan Newcastle merupakan patogen yang menyebabkan kerugian yang cukup besar untuk produksi unggas setiap tahunnya. Di samping itu, transmisi virus flu burung dari unggas ke manusia tetap menjadi perhatian utama di dalam perawatan kesehatan.

“Setiap zat yang dapat menghambat pertumbuhan virus flu burung memerlukan penelitian lebih lanjut,” kata Hiidenhovi.

Dia mengatakan bahwa sementara hasil laboratorium menjanjikan, penelitian yang lebih rinci diperlukan di kedua model hewan dan manusia, untuk mengeksplorasi mekanisme fisiologis lebih dekat.

“Meskipun metode yang digunakan di dalam penelitian saya sederhana dan dapat diterima untuk produksi pangan, mengembangkannya untuk skala industri akan menjadi tantangan,” kata Hiidenhovi, seperti dilansir Natural Resources Institute Finland (08/05/2015).

You May Also Like